Welcome to our website !
oleh: Robert Manurung

Mungkin tidak banyak di antara kita yang masih ingat, bahwa Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memulai pembangunan ekonomi pada akhir tahun 60-an. Situasi dan kondisi kedua negara pada waktu itu banyak sekali kesamaannya; antara lain sama-sama negara agraris, situasi ekonomi morat-marit, sedang transisi politik, menjadi satelit Barat, dipimpin oleh rezim militer dan tidak ada kepastian hukum.

SAMPAI tahun 60-an, Korea hanyalah sepenggal daratan di benua Asia dan sebuah bangsa yang keberadaannya “terlupakan” sepanjang sejarah dunia. Selama ribuan tahun eksistensi mereka tenggelam di balik bayang-bayang kebesaran ras Cina dan new kid on the block bernama Jepang yang budayanya menggetarkan dunia barat.

Keberadaan bangsa Korea baru menarik perhatian setelah pecahnya Perang Korea. Sejatinya itu sebuah perang saudara “jadi-jadian”, namun tetap amat tragis, lantaran wilayah negara itu menjadi episentrum perebuatan hegemoni di Asia antara dua super power, yaitu Amerika Serikat (BlokBarat) dan Uni Soviet (Blok Timur).

Pada saat yang sama, dunia barat sedang terpesona oleh cahaya yang menyilaukan dari sebuah kepulauan di Asia Tenggara. Disana, di kaki benua Asia itu, sebuah negara muda, sebuah bangsa baru dari gabungan ratusan suku, sedang sibuk berdebat mengenai ideologi dan sistem kenegaraan yang ideal. Presidennya bernama Soekarno alias Bung Karno.

Waktu itu Korea tidak punya tokoh sekaliber Bung Karno, yang dengan kelihaiannya memainkan diplomasi internasional berhasil memaksa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua. Bung Karno juga menjadi tokoh panutan bangsa-bangsa di Asia, Afrika dan Amerika Latin; yang kemudian satu per satu mengikuti jejak Indonesia menyatakan kemerdekaan negara mereka.

Singkat cerita, Indonesia memiliki satu keunggulan kecil dibanding Korea Selatan, ketika kedua negara sama-sama memulai pembangunan ekonomi pada akhir tahun 60-an. Di luar itu, situasi dan kondisi kedua negara banyak kesamaan di segala bidang.

Indonesia ketika itu dipimpin oleh Jenderal Soeharto, sedangkan Korsel dipimpin Jenderal Park Chung-hee. Soeharto tampil sebagai diktator setelah berhasil menjatuhkan Bung Karno, dimana proses “kudeta yang cantik” itu mendapat bantuan dan dukungan dari dunia barat. Sedangkan Park tampil sebagai pemimpin setelah Perang Korea reda, bisa dikatakan karena mendapat mandat dari Blok Barat, kendati secara formal Korsel diakui sebagai negara berdaulat.

Garis start

Korsel memulai pembangunan ekonominya dalam keadaan perang baru saja reda. Kontak senjata kecil-kecilan masih sering terjadi di Pamunjom, daerah demarkasi militer yang membelah Korsel dan Korea Utara. Pamunjom hanya berjarak 45 kilometer dari ibukota Seoul. Jadi bisa kita bayangkan, andaikata pasukan Utara menyerbu, mereka hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk mencapai Seoul.

Dalam kaitannya dengan bahaya komunis tersebut, yang merupakan isu utama di dunia barat dan negara-negara satelitnya pada dekade 60-an sampai 80-an, posisi Korsel dan Indonesia bisa dibilang sama dan sejajar. Kedua negara adalah sekutu utama Blok Barat di kawasan masing-masing, Korsel di Asia Timur jauh dan Indonesia di Asia Tenggara.

Memang ada sedikit bedanya, yaitu Korsel menjadi pion penting dan sekaligus kancah pertarungan frontal Blok Barat dengan Blok Timur. Sedangkan Indonesia nilai strategisnya sebagai sekutu Barat tidaklah sepenting itu, karena kekuatan komunis di Asia Tenggara relatif kecil dan terpecah dua, ada yang berkiblat ke Cina dan ada yang berinduk ke Uni Soviet. Indonesia cuma sekadar sebagai “bendungan”, agar ideologi komunis yang mengalir dari Indocina tidak meluber sampai ke Australia. Dalam rangka inilah rezim Soeharto mencaplok Timor Timur pada tahun 1975, sesuai instruksi Gedung Putih.(Lihat buku Nation In Waiting karya Adam Schwarz)

Adanya bahaya komunis yang nyata membawa dua keuntungan bagi Korsel. Pertama, negara itu mendapat dana bantuan militer bernilai milyaran dolar dari barat. Kedua, negara itu memiliki legitimasi yang kuat untuk memberlakukan wajib militer bagi semua warga negaranya, yang kemudian menumbuhkan disiplin dan etos kerja yang tinggi secara nasional.

Pembangunan ekonomi vs Indoktrinasi

Kalau dibandingkan masa-masa permulaan pembangunan ekonomi di Korsel dan Indonesia, yang membedakan hanya masalah prioritas dan kemudian strategi yang dipilih. Rezim militer Korsel langsung fokus pada pembangunan ekonomi dengan prioritas modernisasi pertanian, sambil membangun pondasi industri. Pada waktu itu hampir 85 % penduduk Korsel bekerja di sektor pertanian.

Pada saat yang sama dan berlanjut hingga pertengahan tahun 80-an, konsentrasi rezim Soeharto terpecah antara pembangunan ekonomi dan upaya memantapkan kekuasaan rezimnya. Sebenarnya tidak ada resistensi yang berarti waktu itu, namun Soeharto selalu merasa tidak aman sebelum pemujaan rakyat terhadap Bung Karno terkikis habis. Hampir dua dekade Soeharto menghabiskan masa kekuasaannya untuk melakukan de-sukarnoisasi, dilanjutkan program indoktrinasi yang sangat masif dan intensif; termasuk penataran P4 dan kooptasi semua unsur masyarakat.

Faktor paranoid inilah yang membuat Soeharto lebih percaya pada pengusaha keturunan Cina, yang nota bene hanya jago berdagang, sehingga bisnis di Indonesia sangat bergantung pada proyek-proyek pemerintah dan berwatak rent seeker. Di sisi lain, modernisasi pertanian tidak bisa berjalan karena sebagian besar petani di Jawa tidak memiliki lahan, sehingga Soeharto terpaksa meniru program transmigrasi peninggalan kolonial. Proyek ini banyak menghabiskan anggaran, sebagian besar dikorupsi oleh kalangan birokrat dan kaki tangan militer yang “mendadak dangdut” jadi pengusaha.

Kembali ke Korea Selatan, dengan adanya wajib militer secara nasional, negara itu tidak mengalami kesulitan mengerahkan rakyatnya melakukan modernisasi pertanian. Roda perekonomian pun segera berputar karena semua orang bekerja dan punya penghasilan. Dengan sistem rodi berbasis patriotisme ini, didukung penguasaan ilmu dan teknologi pertanian, dalam waktu singkat agrobisnis mengalami booming di Korsel. Padahal sebagian besar wilayahnya merupakan perbukitan yang tandus, kecuali daerah sepanjang aliran sungai Han-gang yang memang sangat subur.

Kemajuan pertanian yang luar biasa itu menjadi pijakan kokoh untuk memulai industrialisasi. Dengan menyisihkan sebagian dana bantuan militer dari barat, Korsel memberikan modal kepada sejumlah pengusaha untuk membangun industri manufaktur. Merekalah yang menjadi cikal bakal Chaebol, konglomerasi khas Korsel yang kini muncul sebagai pemain global dengan daya saing yang amat tangguh, antara lain Samsung, Hyundai, Daewoo dan Lucky Goldstar (LG).

Kini, kendati Korsel sudah menjelma menjadi negara industri raksasa, sektor pertanian masih memainkan peran penting dan ikut menyumbang devisa yang signifikan. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian, dewasa ini, hanya sekitar 10 %. Namun produk pertanian mereka justru meningkat enam kali lipat dibanding akhir tahun 60-an.

Korsel kini menguasai pasar dunia untuk produk farmasi dan ekstrak ginseng, serta memonopoli pasar Amerika untuk komoditi kim-chi, sejenis sawi yang difermentasi. Sedangkan para petani palawija di Tanah Karo masih tetap mengekspor sayuran segar ke Hongkong dan Singapura, sama seperti 40 tahu silam, namun dengan keuntungan yang makin kecil lantaran tata niaga pupuk dan pestisida sudah menjelma menjadi instrumen penghisapan.

Korupsi vs kolusi

Membandingkan Indonesia dengan Korsel memang sangat menarik, terutama karena perbedaan “nasib” kedua negara yang sangat kontras 40 tahun kemudian. Sepintas tidak banyak perbedaan perilaku rezim di kedua negara itu, sehingga tidak terlalu gampang menjelaskan secara singkat mengapa kemajuan kedua negara bisa begitu “jomplang”.
 
Selain dua faktor yang telah disebutkan tadi, yaitu wajib militer yang berlaku secara nasional dan pembangunan ekonomi yang fokus, konsekwen dan konsisten; tampaknya faktor penting lainnya lantaran pemegang kekuasaan di Korsel bersifat kolektif, sebaliknya Soeharto kemudian menjelma menjadi penguasa tunggal atau diktator yang untouchable.
 
Orang sering bilang Indonesia menjadi amburadul seperti sekarang ini akibat korupsi. Korsel pun setali tiga uang. Perilaku korupsi di negara itu tidak kalah parah dibanding di Indonesia. Perbedaannya hanya dua : Korsel sudah menghukum tiga presidennya (Chun Doo-hwan, Roh Tae-woo, Kim Young-sam) lantaran terlibat korupsi dan disana tidak ada praktek kolusi seperti di Indonesia. Sedangkan di negara tercinta ini, hanya koruptor kelas teri yang berhasil diproses secara hukum, sementara praktek merampok kekayaan negara sudah semakin canggih melalui kolusi.
 
Kolusi lebih mematikan dibanding korupsi. Ibarat mencuri, korupsi adalah mengambil sebagian uang dari brankas, sedangkan kolusi mengambil semua brankasnya tanpa harus menggotongnya. Cukup dengan memainkan aturan hukum, brankas tadi sudah berpindah hak tanpa yang bersangkutan harus mengotori tangannya atau berkeringat menggotongnya. Praktek inilah yang dilakukan Soeharto dan kroni-kroninya, dengan menciptakan berbagai tataniaga, penguasaan sumber daya alam, pemerasan secara legal dengan memperdaya konsumen, praktek monopoli dan oligopoli, dst, dst.
 
Sebenarnya sampai pertengahan tahun 70-an, Soeharto masih relatif bersih, namun memang sudah menjadi rahasia umum bagaimana isterinya berperan sebagai makelar proyek. Meningkat ke tahun 80-an praktek kolusi yang amat canggih itu mulai mereka praktekkan, diawali dengan liberalisasi ekonomi dan privatisasi usaha yang berkaitan dengan kepentingan umum. Dalam hal ini para pemimpin Korsel tidak ada apa-apanya dibanding Soeharto dan kroni-kroninya. Suruh orang-orang Korea itu belajar ke Cendana!

Olimpiade, Piala Dunia, Sekjen PBB

Bagaimana dengan demokratisasi dan kepastian hukum? Sampai sekarang Korsel masih kalah dari Indonesia dalam dua hal itu. Maksudku, secara prosedural demokratisasi dan kepastian hukum di Indonesia jauh lebih maju dibanding Negeri Ginseng itu. Sayang, cuma prosedural.

Perlawanan mahasiswa dan pejuang HAM di Korsel kurang lebih sama saja dengan di Indonesia. Banyak peristiwa kekerasan, berdarah-darah dan pembunuhan aktivis. Dan sampai sekarang cengkeraman politik militer masih sangat kuat di negara itu, sehingga proses demokratisasi berjalan sangat lambat. Namun bedanya dengan di Indonesia, setiap kemajuan kecil yang dicapai dalam proses demokratisasi di Korsel selalu menimbulkan perubahan yang nyata alias down on earth. Sedangkan disini semuanya berujung pada tataran prosedural formal alias bersifat seolah-olah.

Kini kita menyaksikan Korsel tampil sebagai negara maju yang sangat disegani di dunia. Pencapaian itu mereka rayakan bukan dengan membuat klaim-klaim sepihak gaya Indonesia, tapi dengan mengibarkan bendera mereka di panggung internasional dengan megahnya. Dimulai dengan menjadi penyelenggara Olimpiade, yang menempatkan Korsel sebagai negara kedua di Asia yang mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah pesta olahraga sejagat itu, kemudian menjadi tuan rumah bersama Jepang menyelenggarakan Piala Dunia, lalu disempurnakan dengan terpilihnya orang Korsel menjadi Sekjen PBB.
 
Kemajuan yang gemilang itu diraih Korsel hanya dalam kurun waktu 40 tahun. Pada kurun waktu yang sama, Indonesia dengan gemilang berhasil menghapus reputasi internasional yang dahulu dibangun Soekarno. Kita juga berhasil menyulap sawah-sawah produktif menjadi kota moderen, serta membuat dataran tinggi seperti kota Bandung menjadi langganan banjir saban tahun.

Anyeong Haseyo
Merdeka!
______________________________________ 

Manganju Luhut Tambunan
Berpikir Merdeka Bicara Merdeka Menjadi Manusia Merdeka
http://www.kompasiana.com/manganjuluhut

--

  • Do invest in a secure online ordering system.
  • Do keep your audience in mind and create copy that personally speaks to them.
  • Do create a clear and compelling sales message.
  • Do update your site content and keep it fresh and current.
  • Do anticipate and answer your visitor's questions.
  • Do check your site to ensure all forms and links are working.
  • Do include a call to action on each page. You won't get business if you don't ask for it.
  • Do include your contact information.
  • Do offer links to programs like Acrobat Reader needed to view your site information.
  • Do choose a Web host that provides exceptional service, minimal down time, and consistent site backups.
  • Do carefully check your content for spelling and grammar mistakes. Errors are unprofessional and show a lack of attention to detail.
  • Do title each page to be search engine (and bookmark) friendly.
  • Do use a URL and domain name that accurately reflects your business or company name and is easy to remember.

...and

  • Don't confuse your visitor with too many topics on one page. Organize information logically.
  • Don't let your site become outdated. Your credibility will disappear if you offer Mother 's Day specials just in time for Father's Day.
  • Don't include too many colors, fonts, or font sizes that distracts your visitor.
  • Don't yell at your visitor by using all capital letters.
  • Don't take your customer's privacy for granted. Create a privacy policy and stick to it.
  • Don't insult your customer by selling his information to third parties.
  • Don't ignore or delay customer requests. Return all customer inquiries promptly because you never know whom they may recommend you to even if they don't buy from you.
  • Don't add a “visitor count” to your site. No need to brag how many or show how few visit.
  • Don't include graphics that fail to add importance to your site.
  • Don't use silly clip art unless absolutely necessary.
  • Don't add unnecessary "extras" that will take a particularly long time to load.
  • Don't ignore customer complaints, just because you're on the Web doesn't mean your business won't be affected by dissatisfied customers sharing their experience with others.
Saat ini dunia usaha menggeliat dengan makin banyak bermunculan bisnis-bisnis baru, bisnis barang atau jasa baik bidang formal ataupun informal. Bersamaan dengan itu fasilitas Internet di Indonesia juga semakin baik. Banyak yang beranggapan sudah saatnya memanfaatkan internet untuk berbisnis namun disisi lain banyak juga pengusaha yang merasa tidak ada alasan usahanya, apalagi yang masih berkembang, menghambur-hamburkan uang untuk membuat website.


Sayangnya, walaupun sudah banyak yang tahu bagaimana bentuk website tapi belum banyak yang tahu apa manfaat website bagi bisnis yang kita jalani. Kali ini saya kan memberikan 10 alasan yang mungkin dapat membantu pertimbangan Anda untuk membuat website pada bisnis Anda:

1. Website membuat bisnis Anda buka 24 jam/hari dan 7 hari/minggu.
Jika Anda punya Toko, berapa lama waktu oprasionalnya? dari jam 10 jam? bagaimana dengan sabtu dan minggu? Website membuat jam oprasional bisnis Anda menjadi 24 jam/hari dan 7 hari/minggu. setiap pengunjung yang datang ke website Anda dapat mengetahui bentuk usaha/bisnis Anda, melihat katalog produk, dan mengetahui informasi yang dibutuhkan walaupun diluar jam oprasional usaha Anda.

2. Website adalah brosur/katalog online Anda, yang dapat dirubah kapan saja

Dalam setiap bisnis/usaha pasti kita perlu membuat brosur. Membuat brosur cetak bukanlah perkara mudah, dia memerlukan biaya yang tidak sedikit dan jika ada perubahan informasi didalamnya sisa brosur tersebut akan sia-sia. Website adalah tempat yang mudah, cepat dan murah untuk meng-update brosur bisnis Anda dibandingkan brosur cetak. Kapasitas Informasi yang Anda ingin sampaikan juga lebih besar, sehingga klien Anda mendapatkan informasi mengenai bisnis Anda dengan lebih konprehensif. Hal ini juga dapat menghemat untuk biaya cetak dan distribusi brosur.

3. Meraih pangsa pasar baru dengan pengunjung global.
Di Internet, bisnis Anda tidak lagi hanya akan dikenal dalam lingkup lokal saja, tapi juga gelobal. Bisnis Anda berpotensi dikenal oleh jutaan orang dari seluruh dunia. Ya, Internet adalah tempat yang paling efektif untuk transaksi baik nasional, maupun internasional.

4. Meningkatkan pelayanan terhadap klien/pelanggan.
Dengan membuat layanan tanya-jawab di website Anda, penjualan dan indormasi dapat di proses secara otomatis dan saat itu juga walaupun tidak ada orang di kantor. Dengan formulir online, klien/pelanggan diperbolehkan untuk bertanya tentang informasi lebih lanjut yang diinginkannya. Hal seperti memberikan klien/pelanggan untuk dapat mendownload invoice/faktur, proposal atau dokumen penting lainnya juga akan sangat menghemat biaya.

5. Mempresentasikan Profesional Image.
untuk usaha kecil atau menengah, disain website yang baik dapat meningkatkan percaya diri dan terlihat lebih besar dari yang sebenarnya. Zaman sekarang, pelanggan sudah berfikir bahwa setiap produk atau bisnis memiliki website. Saat ini kompetitor utama Anda mungkin sudah hadir di Internet, jika iya, lakukan hal yang sama dan cari cara agar Anda lebh baik dari mereka.

6. Menjual produk Anda.
Mengapa harus membayar lebih mahal biaya sewa, listrik, dan lainnya seperti bisnis zaman dulu. Berjualan secara online lebih murah dan cara yang baik untuk mendampingi bisnis offline Anda. membuat keamanan dalam pemesanan online juga tidak terlalu mahal, bahkan untuk usaha kecil sekalipun.

7. Promosikan layanan Anda.

Pengacara, Dokter, Konsultan, artis dan semua bisnis dibidang jasa harus memberitahukan kepada para pelanggan, bahwa mereka punya pilihan. Jutaan pengguna mencari refrensi dari website dan melihat ke website-website perusahaan sebelum mereka memutuskan kapan mereka memerlukan layanan dibidang  jasa yang akan digunakan.

8. Mengumpulkan Informasi dan mendapatkan masukan yang bernilai.
Anda dapat mengumpulkan informasi dari pelanggan dan pelanggan potensial Anda dengan menggunakan formulir dan survey online yang bisa dipasang di website Anda daripada harus bersusah payah keluar kantor dan meminta setiap orang satu persatu. Biarkan pelanggan Anda yang datang. Ini adalah alat yang bagus untuk mengetahui cara pandang pelanggan anda melihat produk dan layanan jasa Anda.

9. Merikan Kepuasan Instan.
Orang zaman sekarang sangat sibuk, mereka tidak mau menunggu lama untuk mendapatkan informasi. Berikan apa yang mereka inginkan saat mereka mengiginkannya melalui wensite perusahaan Anda. Jika produk Anda cocok, Anda bisa memberikan contoh gratis atau ujicoba selama beberapa waktu untuk di download. Hal ini termasuk brosur, gambar, musik, power point, dan lain-lain.

10. Alat perekrut yang bagus
Saat Anda membutuhkan pegawai atau ingin menampilkan lowongan kerja, website Anda adalah alat yang bagus untuk membangun usaha Anda.

From: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@....>

Anggota TNI Jual Dua Wilayah Indonesia ke Malaysia 

JAKARTA--MICOM: Sebuah dokumen rahasia tentang perbatasan Republik Indonesia - Malaysia perihal potensi hilangnya kedaulatan Republik Indonesia (RI) mempunyai cerita. 


Isinya, institusi TNI dan beberapa anggota TNI mendukung klaim Malaysia atas wilayah di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Provinsi Kalimantan Barat. 

Klaim Malaysia tersebut menyebabkan Indonesia kehilangan Camar Bulan yang luasnya 1.449 ha dan Tanjung Datu 8.000 m3. Artinya, peristiwa Sipadan dan Ligitan terulang lagi. 

Dokumen rahasia itu ditemukan berdasarkan hasil investigasi anggota Komisi I Fraksi PDIP TB Hasanuddin dan diberikan kepada Media Indonesia, Kamis (6/10), di Jakarta. 

Saat ini, berdasarkan keterangan Hasanuddin dari dokumen rahasia tersebut, dua wilayah tersebut benar-benar sudah diklaim Malaysia dengan membuat patok-patok baru dan mendirikan mercusuar baru. 

Padahal, tidak satu pun masyarakat di dua wilayah tersebut menghendaki bergabung dengan Malaysia. (http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/06/266061/284/1/Anggota-TNI-Jual-Dua-Wilayah-Indonesia-ke-Malaysia)

Tragis, Sebuah Wilayah Indonesia (Camar Bulan, Kalbar) Kembali di Caplok Malaysia

PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengaku terkejut terhadap informasi masuknya Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, seluas 1.499 hektare ke dalam wilayah administratif Pemerintah Diraja Malaysia.Ia pun lantas menegaskan jika wilayah tersebut masuk wilayah Indonesia yang sah berdasarkan Traktat London tahun 1824. “Sebagai seorang gubernur, tak sejengkal tanah pun akan saya serahkan kepada Pemerintah Malaysia. Tanah itu akan tetap saya pertahankan,” tegas Cornelis di Pontianak, Kamis (29/9).Menurutnya, Traktat London adalah kesepakatan bersama antara Kerajaan Inggris dan Belanda terkait pembagian wilayah administrasi tanah jajahan kedua negara. Salah satu isi perjanjian itu adalah batas negara antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan didasarkan pada watershead. Artinya, pemisahan aliran sungai atau gunung, deretan gunung, batas alam dalam bentuk punggung pegunungan sebagai tanda pemisah. 

“Kita sudah tahu bahwa karakter Dusun Camar Bulan itu datar. Tidak ada gunung atau pegunungan Juga tidak ada sungai di sana. Sehingga sangat tidak memenuhi syarat sebagai watershead. Lalu kenapa wilayah itu harus masuk ke peta Malaysia,” tegas Cornelis.Atas dasar itu pula, dia telah memerintahkan Bupati Sambas, Juliarti Djuhardi Alwi untuk memasang pagar kawat berduri di sepanjang wilayah perbatasan. Pemerintah Kalbar juga telah mengimbau warga Camar Bulan yang berjumlah 170 keluarga atau sekitar 700 jiwa, untuk beraktivitas di kawasan sengketa, termasuk menanam pohon dan berkebun.Selain itu, Cornelis meminta hasil pertemuan antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia di Kinabalu pada 1976 dan hasil pertemuan kedua negara di Semarang, Jawa Tengah tahun 1978 yang menyebut Camar Bulan masuk wilayah Malaysia segera dibatalkan karena bertentangan dengan Traktat London, Peta Belanda, dan Peta Inggris.
 
“Saya juga mendapat informasi bahwa Badan Survei dan Pemetaan Nasional sudah membuat peta yang memasukkan Camar Bulan ke dalam wilayah Malaysia supaya tidak ditandatangani karena sangat merugikan Indonesia, khususnya wilayah administrasi Kalbar. Saya juga akan mengajukan protes ke pemerintah pusat terhadap permasalahan Camar Bulan,” pinta Cornelis.Sebaiknya, kata Cornelis, pengukuran itu ditinjau kembali dengan nafas yang sama, yakni Traktat London. “Kita bisa lihat patok batas 104 buatan Belanda. Semua materialnya sudah diuji laboratorium dan persis sama dengan material patok batas yang ada di Tanjung Datuk, Sambas. Bandingkan dengan patok batas 104 yang baru dibuat dan ditancap jauh sampai 1.499 hektare ke dalam wilayah kekuasaan NKRI,” pungkasnya. Selain itu, Cornelis juga meminta seluruh seluruh bupati di kawasan perbatasan untuk mengecek ulang patok batas yang ada.
 
”Lima bupati perbatasan cek ulang. Lihat patok batas, jangan hanya tunggu di kantor. Hasil itu akan saya sampaikan kepada pemerintah pusat, agar diadakan perundingan kembali antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia,” ungkap Cornelis seusai membuka Rapat Koordinasi Pengelola Keuangan Kabupaten/Kota se Kalbar, Kamis (29/9) di Orchardz Hotel Pontianak.”Sampai hari ini, tanda di peta tidak ada (masuk ke Malaysia. Secara internasional itu masuk ke Indonesia. Tetapi kok pengukuran pada 1975-1978 masuk ke sini (Malaysia),” jelas Cornelis sambil menunjukkan selembar kertas berisi peta.Cornelis menegaskan dirinya akan mengajukan keberatan kepada Pemerintah Indonesia atas bergesernya patok batas.”Kami minta melakukan perundingan kembali apakah melalui Kementerian Pertahanan Keamanan atau yang lainnya. Setelah tinjau lokasi saya langsung menyampaikan secara resmi kepada pemerintah pusat,” ujar Cornelis. Ia juga meminta pemerintah daerah di perbatasan untuk memperhatikan warganya dengan memberikan kartu keluarga, kartu tanda penduduk, dan akta kelahiran gratis. ”Agar mereka tetap menjadi warga Negara
Indonesia. Anda boleh pindah jadi warga negara Malaysia, tetapi buminya (tanahnya) tidak boleh digeser,” katanya. (mnk/uni)
 
Sumber: Pontianak Pos Online
Jum’at, 30 September 2011 , 08:00:00
source pic: http://www.kalbariana.net/camar-bulan-dicaplok
 
Klaim Malaysia atas Camar Bulan Berdasar MoU Sementara
Kamis, 06 Oktober 2011 20:46 WIB
 
JAKARTA--MICOM: Dasar klaim Malaysia atas wilayah Camar Bulan adalah MoU pada 1975 di Kinabalu (Malaysia) dan 1978 di Semarang (Indonesia) antara Malaysia dan Indonesia tentang hasil pengukuran bersama tanah tersebut.
 
Namun, MoU tersebut sifatnya sementara atau tidak tuntas atau bisa ditinjau lagi (modus vivendi). Itu berdasarkan dokumen rahasia tentang perbatasan Republik Indonesia - Malaysia perihal potensi hilangnya kedaulatan Republik Indonesia (RI). Demikian diungkap anggota Komisi I Fraksi PDIP TB Hasanuddin dan diberikan kepada Media Indonesia, Kamis (6/10), di Jakarta.
 
Padahal, berdasarkan fakta dan juga dokumen peta, MOU yang sifatnya sementara tersebut tidak sesuai dengan Peta Negara Malaysia dan peta Federated Malay State Survey tahun 1935, sehingga Indonesia dirugikan seluas 1.449 ha. Klaim wilayah Malaysia tersebut juga bertentangan dengan Pemetaan Kapal Pemetaan Belanda van Doorn tahun 1905 dan 1906 setra peta Sambas Borneo (N120-E10908/40 Greenwid).
 
Namun aneh, kata Hasanuddin, pemerintah Malaysia rupanya buru-buru memasukkan Outstanding Boundary Problems (OBP) Camar Bulan ke dalam Peta Kampung Serabang, Serawak, Malaysia.
 
Peta tersebut merupakan upaya memperkuat klaim terhadap wilayah tersebut. Padahal, dalam dokumen tersebut disebutkan, di daerah camar Bulan masih ada patok lama peninggalan Belanda yakni patok dengan kode A104. Patok ini pun mulai diupayakan untuk dilenyapkan oleh Malaysia.
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/06/266063/284/1/Klaim-Malaysia-atas-Camar-Bulan-Berdasar-MoU-Sementara

Konflik Camar Bulan Memanas, Batas Malaysia Dijaga Pasukan Rela
Sabtu, 1 Oktober 2011
 
Berlarut-larut diselesaikan, sama saja membuat wilayah NKRI digerogoti. Semua pihak diminta berkaca pada kasus Sipadan-Ligitan.
Nasib Camar Bulan sangat ditentukan Pusat. Ayo rebut!

 
SAMBAS – Tapal batas Indonesia-Malaysia di Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas belum terselesaikan. Indonesia kehilangan 1.499 hektare lahan yang masuk ke kawasan Malaysia. Pemerintah Pusat didesak bertindak agar NKRI tak dicaplok. “Masalah itu akibat MoU Indonesia dan Malaysia tahun 1978 di Semarang yang justru merugikan Indonesia. Kita meminta pemerintah pusat bertanggung jawab dan segera bertindak,” kata H Subhan Nur, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar bidang pemberdayaan ekonomi perbatasan kepada Equator, Kamis (29/9).
 
Kawasan Camar Bulan tepatnya di patok batas A 88 sampai patok A 156 bergeser dan masuk ke Malaysia. Hingga sekarang Malaysia masih mempertahankan lahan seluas 1.499 hektare itu karena merasa dikuatkan oleh MoU 1978. “Padahal ratifikasi perjanjian internasional masih belum dilaksanakan. Ini yang harus diperjuangkan dikarenakan kelalaian pemerintah,” ujar Subhan yang juga mantan Ketua KNPI Kabupaten Sambas ini.
 
Menurut dia, dari hasil tinjauan di lapangan dan komunikasi langsung dengan pihak Malaysia, mereka lebih dominan mempertahankan kawasan perbatasan antara negara. Hal ini dibuktikan dengan dilibatkannya masyarakat Sempadan atau perbatasan menjadi pasukan Rela yang bertugas menjaga kawasan perbatasan. “Sekarang ini mulai dari Sematan hingga Bau, jumlah pasukan Rela kurang lebih 3.000 orang,” jelas Subhan.
 
Jika Malaysia bisa melibatkan masyarakat perbatasan untuk memperkuat wilayah pertahanan, mengapa Indonesia tidak. Kemungkinan lebih efektif melibatkan masyarakat tempatan daripada mendatangkan petugas yang berjaga di wilayah perbatasan. “Tentunya dengan banyaknya petugas maka akan banyak memakan biaya. Tetapi kalau masyarakat sangat efektif dan efisien. Upaya ini sekaligus menumbuhkan rasa nasionalisme dalam mempertahankan NKRI,” tegas dia.
 
Dijelaskannya, banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah, salah satunya menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat agar berkebun di wilayah perbatasan. Kuncinya asalkan petugas dan pemerintah dapat memfasilitasi mereka. Subhan mengajak berkaca pada kasus lepasnya Sipadan-Ligitian dari Bumi Pertiwi. “Kemenangan Malaysia terhadap daerah itu karena mereka sudah siap dan sudah menggarapnya, karena mengetahui potensi daerah itu. Mengapa ini tidak kita lakukan, padahal kita juga tahu potensinya,” papar dia.
 
Hal seperti ini, menurut Subhan, kelemahan Indonesia. Wajar jika mempertanyakan visi pemerintah daerah, provinsi dan pusat tentang
keberpihakan kepada masyarakat perbatasan. Subhan menyarankan, agar jalur jalan strategis yang telah ditetapkan pusat dapat mengambil garis lurus. “Potong saja jalan strategis nasional sampai Dusun Temajuk. Kemudian melakukan percepatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat perbatasan,” kata dia.
 
Jika ini tidak segera dilakukan, kata Subhan, dikhawatirkan rasa nasionalisme masyarakat perbatasan akan luntur. Ditambah lagi adanya operasi cipta lestari yang dilakukan aparat hukum dalam menertibkan kayu. Sebelumnya, Gubernur Kalbar, Drs Cornelis MH berang dan memerintahkan Bupati Sambas, Juliarti Djuhardi Alwi memasang kawat berduri di sepanjang wilayah perbatasan.
 
Menurut Gubernur, Camar Bulan adalah wilayah Indonesia yang sah berdasarkan Traktat London tahun 1824. “Sebagai seorang gubernur, tak sejengkal tanah pun akan saya serahkan kepada Pemerintah Malaysia. Tanah itu akan tetap saya pertahankan,” tegas Cornelis, Kamis (29/9) di Pontianak. Menurutnya, Traktat London adalah kesepakatan bersama antara Kerajaan Inggris dan Belanda terkait pembagian wilayah administrasi tanah jajahan kedua negara.
 
Salah satu isi perjanjian itu adalah batas negara antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan didasarkan pada watershed. Artinya,
pemisahan aliran sungai atau gunung, deretan gunung, batas alam dalam bentuk punggung pegunungan sebagai tanda pemisah. “Kita sudah tahu bahwa karakter Dusun Camar Bulan itu datar. Tidak ada gunung atau pegunungan juga tidak ada sungai di sana. Sehingga sangat tidak memenuhi syarat sebagai watershed. Lalu kenapa wilayah itu harus masuk ke peta Malaysia?” tegas Cornelis.
 
Pemerintah Kalbar juga telah mengimbau warga Camar Bulan yang berjumlah 170 keluarga atau sekitar 700 jiwa, untuk beraktivitas di
kawasan sengketa, termasuk menanam pohon dan berkebun. Selain itu, Cornelis meminta hasil pertemuan antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia di Kinabalu pada 1976 dan hasil pertemuan kedua negara di Semarang, Jawa Tengah tahun 1978 yang menyebut Camar Bulan masuk wilayah Malaysia segera dibatalkan karena bertentangan dengan Traktat London, Peta Belanda, dan Peta Inggris. “Saya juga mendapat informasi bahwa Badan Survei dan Pemetaan Nasional sudah membuat peta yang memasukkan Camar Bulan ke dalam wilayah Malaysia supaya tidak ditandatangani karena sangat merugikan Indonesia, khususnya wilayah
administrasi Kalbar. Saya juga akan mengajukan protes ke pemerintah pusat terhadap permasalahan Camar Bulan,” tegasnya.
 
Sebaiknya kata Cornelis, pengukuran itu ditinjau kembali dengan napas yang sama, yakni Traktat London. “Kita bisa lihat patok batas 104 buatan Belanda. Semua materialnya sudah diuji laboratorium dan persis sama dengan material patok batas yang ada di Tanjung Datuk, Sambas. Bandingkan dengan patok batas 104 yang baru dibuat dan ditancap jauh sampai 1.499 hektare ke dalam wilayah kekuasaan NKRI,” tukasnya.
http://www.equator-news.com/utama/20111001/konflik-camar-bulan-memanas

Ini film menarik, yang bagi saya adalah Dakwah Islam via film dan Internet oleh Aliftv dan Hanung Bramantyo. Monggo di simak...


Saya kira Orang Ahmadiyah yang menyinggung atau menghina umat Muslim, tapi dari tulisan ini kok menyatakan sebaliknya, umat muslim yang sengaja memusuhi kaum minoritas ini dan beralasan macam-macam, seperti orang Ahmadiyah ga mau solat berjamaah, kalo solat di mesjid ahmadiyah akan di pel, dan orang ahmadiyah ga mau masuk dalam Islam. 

Tulisan ini saya kira bukti adanya upaya memfitnah dan mengkafirkan umat ahmadiyah di Indonesia hingga akhirnya terjadi kekerasan terhadap mereka. ada usaha mem-PKI-kan umat ahmadiyah. menyebarkan dan menakut-nakuti masyarakat dengan berita salah tentang Ahmadiyah, sehingga masyarakat yang membantai Ahmadiyah. Wallahu alam bisawab.

Hukum Shalat Jumat di Masjid Ahmadiyah

zonaislam.net/?p=9924

April 20th, 2010 by admin

Pa ustad, apa hukumnya kita melakukan shalat Jum’at di mesjid Ahmadiyah, yang kita tau ajarannya dilarang? Trimakasih wslm. 081802133XXX

JAWAB: Tidak boleh dan tidak sah. Karena para ulama sudah sepakat Ahmadiyah itu bukan Islam, maka secara otomatis agama mereka juga bukan Islam. Muamalah kita dengan kalangan mereka pun adalah muamalah dengan non-Muslim. Konsekuensinya, tempat ibadah mereka juga dikatakan bukan tempat ibadah agama Islam. Statusnya seperti tempat ibadah agama lain, seperti kuil, gereja, kelenteng, biara, vihara, sinagog, dan sejenisnya.

Umar bin Al-Khattab menyatakan, “Janganlah kalian memasuki tempat ibadah orang kafir pada saat mereka sedang merayakan hari agama mereka, karena kemarahan Allah akan turun kepada mereka.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah).

Sebagai muslim tidak boleh berimam kepada orang kafir sebab shalat mereka tentunya juga tidak sah. Maka shalat di belakang orang Ahmadiyah tidak sah juga. Wallahu a’lam.*

------------

deded:

April 30th, 2010 at 5:01 pm

Assalamu’alikum
pa ustadz, terkait tempat ibadah, saya pernah mendengar dari riwayat perkembangan Islam terutama di Andalusia, kalo tidak salah pada saat itu Khalid bin Walid ra pernah masuk ke gereja disana dan menunaikan shalat..Apakah benar? jika benar bagaimana kaitan dengan penjelasan diatas dengan tidak sah dan tidak boleh shalat di masjid Ahmadiyah

wasalamualaikum

(*) Yang tidak sah itu jika bermakmum/shalat berjamaah dengan orang2 Ahmadiyah, sebagaimana ditanyakan dalam konsultasi di atas. Jika shalat sendiri atau berjamaah bersama sesama Muslim, tetap sah, bahkan di gereja sekalipun, asalkan tempatnya bersih dari najis.


--

Karya terjemahan Muhammad Ali dicerca tapi juga dipakai sebagai rujukan.


RUMAH tinggal Mirza Wali Ahmad Baig, mubaliq Ahmadiyah Lahore, menjadi tempat bertemu orang-orang Muhammadiyah, khususnya anak-anak muda. Mereka terutama belajar bahasa Inggris. Haji Oemar Said Tjokroaminoto dan para anggota Sarekat Islam (SI) juga kerap datang. Hubungan SI dan Muhammadiyah masih akur.


Tjokro tak sekadar belajar bahasa Inggris. Diam-diam dia menterjemahkan karya Maulana Muhammad Ali, presiden Ahmadiyah Lahore, berjudul The Holy Qur’an, ke dalam bahasa Melayu. Dia mendapat dukungan dari Ahmad Baig. “Dia bahkan mengerjakannya di kapal ketika dia, sebagai wakil SI, bersama Haji Mas Mansur dari Muhammadiyah berangkat ke Mekah untuk Mu’tamar ‘Alam Islami,” tulis Tempo, 21 September 1974, merujuk Kongres Islam Internasional (biasa disebut Kongres Mekkah), upaya membangun institusi pan-Islami baru setelah Mustafa Kemal Pasha menghapus sistem khilafah dan mendirikan Republik Turki pada 1924.


Tjokro dan Mas Mansur terpilih sebagai utusan dalam Kongres Al-Islam kelima pada Februari 1926 di Bandung. Kongres Al-Islam sendiri merupakan badan yang didirikan di Garut pada Mei 1924, bertujuan memperluas pengajaran agama dan menganjurkan pendirian Majelis Ulama untuk memutuskan perselisihan-perselisihan antara kaum ulama.


Muhammadiyah punya hubungan dekat dengan Ahmadiyah, bahkan memberi bantuan ketika Ahmadiyah didirikan di Yogyakarta pada 1925. “Namun, setelah debat publik antara Ahmad Baig dan pemimpin reformis-radikal Sumatra –juga pemuja Rasyid Ridha– Haji Rasul (Abd Al-Karim Amr Allah), Muhammadiyah berbalik melawan Ahmadiyah. Dan, sebagai konsekuensinya, Muhammadiyah memveto proyek penerjemahan Tjokroaminoto, dan memprotes dalam kongres Sarekat Islam pada 1927,” tulis Moch Nur Ichwan dalam “Differing Responses to an Ahmadi Translation and Exegesis”, yang dimuat di jurnal Archipel, 2001.


Kongres SI di Pekalongan itu sendiri hanya membahas secara singkat proyek Tjokro dan tak ada keputusan dibuat. Satu keputusan penting justru mengenai pemecatan anggota Muhammadiyah yang juga menjadi anggota SI –sebaliknya dilakukan Muhammadiyah setahun kemudian.


Pada Kongres Al-Islam di Yogyakarta pada 26-29 Januari 1928, Tjokro memberikan alasan penterjemahan Alquran dan komentar karya Muhammad Ali. Menurutnya, dia tahu terjemahan Alqura

n beserta komentar karya Muhammad Ali, dari Ahmad Baig, yang juga memperkenalkannya kepada para pemimpin Muhammadiyah. Tjokro berargumen sudah mendapat persetujuan dari para pemimpin Muhammadiyah, Fachruddin dan Kiai Mas Mansur, pada 1925. Bahkan Fachruddin berkontribusi atas terjemahan komentar Muhammad Ali. Namun dia tetap diserang dengan sengit.


Menurut A.K. Pringgodigdo dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Agus Salim tampil dan mengatakan dengan lantang bahwa dari segala tafsir, tafsir Ahmadiyah Lahore yang paling baik untuk memberi kepuasan kepada pemuda-pemuda Indonesia terpelajar.


Menurut Herman L. Beck dalam “The Rupture between the Muhammadiyah and the Ahmadiyah“, dimuat jurnal Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde, Muslim ortodoks maupun modernis menyalahkan Tjokro karena kurangnya pengetahuan tentang Islam dan dia, menurut opini mereka, sepenuhnya tergantung pada Ahmad Baig.


Baik Tjokro maupun Ahmad Baig mampu melawan kritik-kritik itu. Namun, beberapa hari setelah Kongres Al-Islam, Tjokro menyiarkan keluhannya di media Islam berkala Fadjar Asia–media

 ini juga menerbitkan sebagian terjemahan Tjokro. Antara lain dia menduga beberapa pengkritiknya khawatir tersaingi dengan terjemahannya, karena mereka juga sedang mengerjakan terjemahan Alquran mereka sendiri.


Dua minggu setelah Kongres Al-Islam, Muhammadiyah menggelar kongres ke-17 yang berlangsung 12-20 Februari 1928 di Yogyakarta. Pada kongres ini, Yunus Anis, sekretaris pertama Dewan Pusat yang baru, mengatakan bahwa Muhammadiyah menyesalkan keputusan SI mendisiplinkan anggota Muhammadiyah. Dia juga mengatakan, dengan menyesal Muhammadiyah tak bisa menyetujui proyek Tjokro. Alasannya: tak cocok dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.


Tekanan lain datang dari Muhammad Rashid Ridha, salah seorang ulama dan ahli hukum paling pengaruh dari generasinya serta murid Muhammad Abduh paling menonjol. Melalui majalah Al-Manar, dia menyampaikan metode-metode pembaruan ke penjuru negara Muslim. Beberapa anggota Muhamadiyah punya hubungan dekat dengan Ridha dan Al-Manar. Rida juga punya pengaruh kuat di Indonesia.


Menurut Nur Ichwan, “Negara, Kitab Suci dan Politik”, termuat dalam Sadur: Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia karya Henri Chambert-Loir, dalam fatwanya, menanggapi Syaikh Muhammad Basyuni Imran, Maharaja Imam dari Kesultanan Sambas di Borneo (Kalimantan), Ridha menolak proyek Tjokroaminoto karena menganggap terjemahan (dan tafsir) Alquran yang ditulis Muhammad Ali menyimpang dari ajaran Islam yang baku.


Karena perlawanan masih keras, penerbitan tafsir itu ditunda sampai Majelis Ulama mengambil ketentuan. Dalam kongres di Kediri pada 27-30 September 1928, SI membentuk Majelis Ulama sendiri –karena Muhammadiyah tak mau terlibat– yang bersidang saat itu juga. Majelis memutuskan bahwa terjemahan itu boleh diteruskan, asal dilakukan dengan pengawasan Majelis.


Pada tahun itu juga tiga bagian p

ertama terjemahan Tjokro terbit dengan judul Qoer’an Soetji, disertai Salinan dan Keterangan dalam Bahasa Melajoe.


“Fatwa Rashid Ridha mengenai karya eksegetik Muhammad Ali, The Holy Qur’an, tidak memperoleh tanggapan karena karya itu kemudian diterjemahkan, tidak saja ke dalam bahasa Melayu dan Indonesia, tetapi juga ke dalam bahasa Belanda dan Jawa,” tulis Nur Ichwan.


Terjemahan bahasa Belanda dilakukan Sudewo Partokusumo Kertohadinegoro, guru HIS Muhammadiyah, dengan judul de Heilige Qoern. Karya ini terbit pada 1935 beriringan dengan pengantarnya “Inleiding tot de Studie van Den Heilige Qoer’an”. Sementara dalam bahasa Jawa, Qur’an Suci Jarwa Jawi, dikerjakan R. Ng. H. Minhadjurrahman Djajasugita dan M. Mufti Sharif, diterbitkan di Yogyakarta pada 1958. Djajasugita adalah ketua Muhammmadiyah cabang Purwokerto yang memilih mundur dari Muhammadiyah dan bersama Muh Husni (sekretaris jenderal PB Muhammadiyah) mendirikan Indonesische Ahmadiyah Beweging atau sekarang dikenal sebagai Gerakan Ahmadiyah-Lahore Indonesia (GAI).


Beberapa tahun kemudian, pada 1979, terbit pula terjemahan dalam bahasa Indonesia,Qur’an Suci: Teks Arab, Terjemah dan Tafsir Bahasa Indonesia, oleh H.M. Bachrun –setelah sebelumnya A. Aziz melakukannya tapi tak jadi terbit pada 1939.

“Terjemahan dalam bahasa Jawa dan Indonesia bahkan disetujui dan disahkan oleh Departemen Agama. Pada tingkat tertentu, ini merupakan indikasi dukungan berkelanjutan atas terjemahan karya Muhammad Ali di satu sisi, dan tak signifikannya pengaruh fatwa Rasyid Ridha di sisi lain,” tulis Nur Ichwan dalam jurnal Archipel.


Terjemahan Tjokro memang tak terkenal, selain juga tak selesai dan hanya merupakan dokumentasi di museum. Tapi terjemahan Sudewo –bersama pengantarnya– terdapat di hampir semua rumah tokoh-tokoh intelektual Islam angkatan sebelum perang. “Boleh dipastikan mereka menyimpan kitab itu,” tulis Tempo, 21 September 1974.


Menariknya, edisi pertama Al-Qur’an dan Terjemahannya yang diterbitkan Departemen Agama memakai rujukan The Holy Qur’an oleh Muhammad Ali dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Sudewo, serta tafsir Ahmadiyah Qadiyan The Holy Qur’an oleh Maulvi Sher Ali. Edisi pertama diterbitkan dalam tiga volume pada 1965, 1967, dan 1969. Edisi ini diterbitkan Yayasan Mu’awanah Nahdlatul Ulama (Yamunu), sehingga kerap disebut “Edisi Yamunu”.


Edisi kedua, yang merupakan revisi, menyisipkan tafsir Ahmadiyah Qadiyan lainnya, The Holy Quraan oleh Mirza Basiruddin Mahmud Ahmad. Edisi ini diterbitkan pada 1974, kerap disebut “Ed

isi Mukti Ali”, merujuk nama menteri agama kala itu yang juga menulis kata pengantar. Lembaga yang terlibat masih sama, tapi diubah menjadi Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan Al-Qur’an.


Tapi edisi ketiga, karya-karya tafsir Ahmadiyah Lahore dan Qadiyan hilang dan digantikan karya Mohammed Marmaduke Pickthall The Meaning of the Glorious Koran, yang tak disebutkan pada edisi-edisi sebelumnya.


“Penggantian ini mungkin dibuat atas anjuran pemerintah Saudi, karena mereka menganggap Ahmadiyah menyimpang dari ajaran-ajaran ortodoks,” tulis Nur Ichwan.


Edisi ketiga ini kerap disebut “Edisi Saudi” karena diterbitkan atas kerjasama Departemen Agama dan pemerintah Saudi. Ia diterbitkan di Madinah oleh percetakan resmi pemerintah Saudi (Mujamma’ Khadim al-Haramayn al-Sharifayn al-Malik Fahd li al-Taba’at al-Mushaf al-Sharif) pada 1990.


Karya tokoh-tokoh Ahmadiyah, yang mempengaruhi dan menjadi rujukan kaum intelektual Islam Indonesia dari Soekarno hingga AA Navis, meredup karena persoalan politik. [BUDI SETIYONO]


Artikel terkait
--

Teka-teki ormas Front Pembela Islam (FPI) mulai terkuak dari bocoran kabel diplomat AS yang disebarkan oleh Wikileaks.

Bocoran Wikileas dilengkapi "pengakuan" mantan Kapolda Metro Jaya Nugroho Djayusman, serta hubungan khusus anggota BIN dan aparat keamanan lainnya dengan FPI terkait dana operasi dan aksi2 polisional lainnya.

Silakan menyimak..

Indonesian Police Used FPI as ‘Attack Dog,’ Leaked US Cable Alleges

Jakarta Globe | September 03, 2011
Unredacted US diplomatic cables published by antisecrecy Web site WikiLeaks on Friday allege collusion between Indonesian security forces and the radical Islamic Defenders Front.

Though the claims are not new, the leaked cables go into far greater detail than before and name the sources providing the US Embassy in Jakarta with information on a number of recent controversies, each of which has the potential to embarrass the Indonesian government.

One of the cables states that a contact within the State Intelligence Agency (BIN), Yahya Asagaf, had “sufficiently close contacts within” the Front, known as the FPI, to warn the embassy that it would be attacked by the vigilante group on Feb. 19, 2006, during protests against the publication of cartoons of the Prophet Mohammed.

The cable says the contact alleged that then National Police Chief Gen. Sutanto, the current head of BIN, had provided the FPI with funds prior to the attack, but cut off the funding after the incident.
“When we questioned [the contact’s] allegation that Sutanto funded FPI, Yahya said the police chief found it useful to have FPI available to him as an ‘attack dog,’” the cable says.

“When pressed further on the usefulness of FPI playing this role, noting that the police should be sufficiently capable of intimidation, Yahya characterized FPI as a tool that could spare the security forces from criticism for human rights violations, and he said funding FPI was a ‘tradition’ of the Police and BIN.”

The contact said the FPI had obtained the “majority of its funds from the security forces” but faced a “budget crunch” after the attack.

Another cable also alleges the FPI had close contacts with former Jakarta Police Chief Nugroho Djayusman, who admitted the connections to embassy officials.

“He then explained defensively that it was natural for him, as the Jakarta Police Chief, to have contacts with all sorts of organizations,” the cable continues. “This was necessary because the sudden release of energy from the Islamists, who had been repressed under [former dictator] Suharto, could have posed a security risk.

“‘But it doesn’t mean I was involved,’ he said, distancing himself from responsibility for any violent activities.”

The cable said that Nugroho illustrated his point by claiming that Sutanto lacked useful connections, “and when the violent FPI demonstration took place, Sutanto had to call Nugroho to request assistance.”

“Nugroho told us that he then called FPI Chairman Habib Rizieq and arranged the surrender of three men who had arranged the violence outside of the US Embassy. “

Nugroho, a controversial figure also blamed for failing to prevent the deadly anti-Chinese riots after the downfall of Suharto in 1998, also took a swipe at the FPI’s Islamic credentials.

Though he acknowledged the FPI had a “clear track record of violence” he labeled the group a “small, relatively insignificant group” that was “not ideological, except insofar as it opposed gambling, prostitution and pornography.”

“By contrast, he noted that ‘Ngruki’ (shorthand for [Abu Bakar] Bashir’s pesantren and, one can assume, the Jemaah Islamiyah organization) was a much more serious ideological group.”

In a later cable in the second quarter of 2006, Yenny Wahid, the daughter of former President Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, said the retired group of security officers who had helped form and finance the FPI — including Nugroho — had lost control of the group, saying they had “‘created a monster’ that now functioned independently of its former sponsors and did not feel beholden to them.”
“Although anyone with money could hire FPI for political purposes, no one outside of the group could control FPI head Habib Rizieq, who functions as his own boss,” the cable said.


















Pengadilan Negeri Serang pada 15 Agustus mengeluarkan vonis untuk Deden Sudjana. Tiga kata yang tepat untuk menggambarkan keputusan pengadilan adalah: biadab, tolol, dan pengecut. Yang tak ada adalah keadilan.

Sekarang bayangkan seandainya cerita di bawah ini menimpa Anda.

Suatu hari, rumah Anda akan diserang sepuluh pemuda beringas. Alasan mereka menyerang hanya satu: mereka ingin mengusir Anda dari rumah milik Anda karena mereka tidak suka dengan agama Anda. Seorang polisi mendatangi Anda dan meminta Anda untuk pindah saja dari rumah itu.

Anda berkeras untuk tidak pindah karena itu adalah hak milik Anda yang dilindungi hukum. Anda tidak mau mengikuti permintaan polisi, dan Anda justru meminta polisi melindungi Anda karena menurut Anda kewajiban polisi adalah melindungi warga. Polisi itu bilang: "Wah saya tidak sanggup. Anda saja deh yang pindah."

Karena merasa bahwa Anda harus melindungi hak milik Anda, Anda memilih bertahan. Si polisi pun pergi dan hanya melihat dari kejauhan. Tak lama kemudian, benarlah gerombolan pemuda itu datang sambil berteriak-teriak mengusir Anda. Karena tahu akan diserang, Anda pun menyiapkan segala macam peralatan untuk melindungi Anda. Dan begitu seorang pemuda itu menginjak halaman rumah Anda sambil memaki-maki dan mengacungkan pisau, Anda pun memukul dia. Perkelahian terjadi. Tapi karena berlangsung tak seimbang, Anda pun terkapar. Untung Anda tak sampai mati karena gerombolan pemuda itu menghentikan pemukulan dan memilih menghancurkan barang-barang yang ada di rumah Anda.

Tentu saja ini jadi perkara hukum. Tapi, ternyata yang diajukan ke pengadilan bukan cuma para penyerang itu tapi juga Anda sendiri. Lho, kata Anda, kok saya juga dituntut? Begini, kata polisi dan jaksa, Anda dituduh bersalah karena dua hal: Anda tidak mau meninggalkan rumah walau sudah diminta polisi dan Anda memukul penyerang Anda.

Dengan alasan itu, Anda diajukan ke pengadilan. Dan hakim pun ternyata setuju dengan sang polisi dan jaksa. Anda dihukum sekian bulan penjara karena Anda dianggap melawan orang yang berusaha merampas hak milik Anda.

Apa kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan kelakuan para polisi, jaksa, dan hakim yang terlibat dalam pemerkaraan Anda dan keputusan menghukum Anda itu? Saya duga Anda akan menyebut rangkaian hal-hal buruk yang mencerminkan ketidakmasukakalan proses itu.
Dan inilah yang terjadi dengan pengadilan kasus Ahmadiyah di Cikeusik.

Lengkapnya di: Source
waktu darsem mau dipenggal, tvone menggalang dana untuk menebus darsem, terkumpullah 1,3 M. ternyata darsem ditebus negara. setelah darsem balik ke Indo, tvone langsung memberikan 1,3 M kepada darsem, mendadak kaya lah darsem. pertanyaannya? kira2 apa yang akan dilakukan orang seperti darsem setelah lepas dari maut tiba2 dapat uang 1,3 M? gimana perspektif tetangga dan kerabat daersem yang tau tardem jadi milyader? gimana perspektif orang lain?

kenapa 1,3 itu ga dikasih aja sama TKI yang sakit, hampir mati, dan sengsara di arab? ide kaya yang dilakukan tvone ini entah dari mana asalnya? mencari sensasi? atau salah arah? yang pasti di SCTV di beritakan, kalo tetangga darsem kecewa lihat darsem yang sombong sekarang. hari gini, jadi milyader mendadak, pasti banyak masalah, masalah yg ujung2nya duit.

Wall street jurnal melaporkan laporan Penampakan detil pada dunia penggalian data.. penekanan dari artikel yang menghebohkan ini adalah bahwa website kini melacak jejak prilaku Anda. tapi dalam beberpa hal ini adalah kejutan yang datang tiba-tiba.

kenyataannya, hal ini sebenarnya sudah jelas kepada siapapun yang senang memperhatikan internet, khusuunya revolusi media sosial web 2.0, bahwa penggalian data dan software pelacak adalah aplikasi pembunuh dari bisnis internet. Sebelum adanya internet, perusahaan harus mengandalkan pada survei pasar dan ujicoba untuk melacak kemauan konsumennya dan yang terlebih penting, adalah konsumen potensialnya. Data sering tidak dapat diandalkan, bahkan ketika hal itu adalah cerminani kemauan konsumen, data seringkali diterima berbulan-bulan setelah transaksi dilakukan. internet, khususnya aspek interaktif media sosial, tiba-tiba menyediakan kekayaan alat untuk memahami konsumen mereka dan membangun model hubungan yang lebih memahami apa yang konsumen lakukan dan mengapa mereka melakukannya.

Tapi dengan kekuatan wawasan besar ini datang sisi gelap yang sangat jelas, dalam rangka untuk mendapatkan informasi, mereka perlu mengintip. pertanyaan besar akan semua ini apakah konsumen mengetahui adanya pengintipan ini, dengan kata lain mereka secara sadar menukarkan akses tanpa adanya privasi untuk hal-hal keren yang ada di situs atau mereka tidak sadar akibatnya dari tindakan mereka sendiri dimana semua orang tau detil apa yang mereka lakukan di internet selama ini.

Pada 27 Juli 2007, pimpinan FTC Jon Leibowitz mengatakan pada sidang senat Amerika, bahwa perlu dipertimbangkan item pendaftaran untuk "tidak di lacak". ide ini, yang kemungkinan mengikuti logika populer FTC tentang item pendaftaran untuk "tidak di telepon" akan membawa perubahan dramatis untuk penjual online. "Konsumen bisa lebih muda untuk keluar dari iklan yang berdasarkan prilaku dari pada memilih pada sebuah situs dengan dasar aturan situs yang bersangkutan" katanya.

jika ide ini menjadi kenyataan, ini akan memaksa setiap orang untuk mempertimbangkan aktifitasnya dalam ruang pemasaran berdasarkan prilaku, tapi knapa harus menunggu? Anda sebaiknya memikirkan hal ini dari sekarang. bagaimana mereka mengumpulkan informasi dari konsumen dan apa yang mereka lakukan dengannya? apakah mereka menginstal software pelacak pada komputer Anda?  apa jenis pengungkapan yang mereka gunakan?

jawaban dari pertanyaan, seberapa jauh hal ini sudah kelewatan? dalam hal ini akan sangat bervariasi jawabannya dari perusahaan ke perusahaan tentunya, tapi Anda perlu berfikir berdasarkan rencana Anda dan bagaimana mereka ikut campur dengan ekspektasi konsumen. Mulai sekarang, jika Anda tidak lakukan pembatasan, seseorang mungkin akan melakukan sesuatu kepada Anda dan lebih cepat dari yang Anda pikirkan. 

Kitaorang jang idoep di tana Betawi pasti soeda kenal betoel ame sosok jang roepawan poela djago silat. Diaorang bekend diseboet: Si Pitung. Nama jang kesohor dari Rawa Belong, di pinggiran kota Batavia (di jaman dulu lho). Sebermoela Pitung dimintain toeloeng oleh bapaknja oentoek djoeal kambing di Tenabang (Tanah Abang) dibawa dengan gerobak (groot-bak; great-bak; bak besar). Itoe 5 kambing jang dibawa dari Rawa Belong dirampok oleh sedjoemblah vrijeman passer (preman pasar). Kamodian Si Pitung poenja tekad oentoek temoeken kombali itoe kambing jang soeda diambil-paksa.


Diaorang moelain beladjar ilmoe maen poekoelan dan ilmoe tarekat. Kata orang, satoe ilmoe kesaktian jang Pitung koeasai adalah "Rawa Rontek", jakni gaboengan Tarekat Islam dan djampe-djampe Betawi. Chasiat dari itoe ilmoe, Pitung dapet serap energie dari lawannja dan bikin pandangan lawannja djadi silap mata, kerna tiada bisa liet badan

Pitung alias linjap dari penglihatan. Menoeroet tjeritera rakjat, dengan ilmoe kesaktian itoe, Pitung tida bole menikah. Tak heiran hingga achir hajatnja (wafat di oemoer 40 tahoen) Pitung masih boedjangan *keluh* Perihal riwajatnja Si Pitung, sampe ini hari masih mengalami pro & contra.


Djikaloe diperhatiken kisahnja, Pitung memang merampok orang kaja-raja. Namoen, lakoe Pitung itoe bole dibilang "patoet dipoedjiken" sebab-sebab diaorang tjoemah rampok hartanja orang-orang jang poenja harta banjak. Tetapi menoeroet salah satoe soember, iaitoe Damardini, Pitung tida bagi-ken hatsil rampokannja kepada rakjat miskin, kerna tida ada perampok jang soedi briken djeri-pajahnja kepada orang laen. Adapoela tjeritera jang bilang kaloe-kaloe Pitung toeroet soembangken doeit rampokannja oentoek bebrapa mesdjid di Batavia (Djakarta), jang pada djeman itoe tjoemah ada di Pekodjan, Loear Batang dan Kampong Sawah sahadja. Tiada boekti otentiek bahoewa Si Pitung soeda briken doeit derma-nja kepada mesdjid itoe *semakinbingungdeh* Biar bagemanapoen, Pitung tetep mendjadi pahlawan en panoetan boeat orang Betawi jang soeda ditoeloeng Pitung dengen penoeh tjinta dan pengorbanan :)


Mari kembali ke pertanyaan awal di atas: Zo, Si Pitung itoe: Fiktif atau Fakta?! Riset jang dilakoeken oleh Margreet van Till di tahon 1996, nama Si Pitung poela dikenal sebagei: One Bitoeng, Pitang, lantas djadi Si Pitoeng. Bapaknja bernama Bang Piun, emaknja Mpok Pinah. Si Pitung itoe adalah nama panggilannja berasal dari Bahasa Djawa: Pituan Pitulung (Kelompok Toedjoeh). Nama aselinja Si Pitung adalah Salihoen (nah makin bingung dah loe, hehe). Menoeroet versie daripada si van Till jang orang Belande ini, Si Pitung adalah saorang criminaal. Kerna diaorang poenja kambing dirampok oleh tjenteng passer, lantas Si Pitung melakoeken bales dendam dengen rampok roemah Saipudin, toean tanah di bilangan Maroenda (jang sekarang mendjadi sematjem "Museum Si Pitung"). Tentoe sadja ini hal jang keliroe,

kerna itoe adalah roema jang dirampok, boekan tempat Si Pitung toelennja menetap. Bahkan activiteit perampokan jang dilakoeken Si Pitung sampe masoek courant pada tanggal 10 & 26 Augustus 1892, seperti jang ditoelis courant lokaal: "Hindia Olanda". HHHmmm berarti Si Pitung beneran ada yah? Ayo kita ikutin terus cerita serunya ini.

Hikajat Si Pitung di kamodian hari djadi banjak versie, bahkan ada jang ..fantastisch!


Ada jang bilang djikaloe Si Pitung toeroet andeel dalem melawan Tentera Djepang di tahoen 1942-1945, dan ada poela jang bilang kaloe-kaloe Si Pitung idoep kombali en bangkit dari koeboernja. Perkara itoe tjeritera moengkin sahadja "ada sedikit bener" djikaloe kitaorang liet alesannja kumpeni dalem perlakoeken djinazahnja Si Pitung,
jang mana badannja moesti dipotong-potong soepaija tida djadi satoe kombali.


Moengkin tjeritera ini tjoemah mitos belaka, namoen soeda banjak berita jang tersiar di antero negerij, dan salah satoe koeboeran tempat bagian badannja jang dikoeboer, akan kitaorang bezoek berame-rame. Djangan chawatir ataoe bajangken tempat jang serem poela angker, kerna itoe koeboeran tida nampak lajaknja koeboeran pada oemoemnja, dan locatienja poen precies di pinggirnja djalan besar jang kerap diliwati oleh auto, motorfietsen ataoe minibus (angkot).


Perihal tiwasnja Si Pitung, komisaris polisi jang bernama Heyne (“Schout Heyne, atau Heijna, Scothena, ataoe “Tuan Sekotena”), kerap diseboet-seboet, kerna diaorang soenggoe berang atas perilakoe Pitung di tanah Batavia. Apalagi orang bilang bahoewa Pitung kebal dari peloeroe. Pada soeatoe hari, goeroenja Pitung jang bernama H.Naipin diteken oleh kompeni soepaija kassie resia paling ampoeh oentoek boenoeh Pitung. Dalem desakan jang kedjem, H.Naipin bri taoe perkara dimana letak kelemahannja Pitung, jakni di djimat kerisnja, sehingga kesaktian-nja mendjadi lemah dan tida bertenaga. Versie laen jang tida kalah interessant mengatakan bahoewa djimat Pitung ada di ramboetnja, zo tatkala ramboetnja Pitung dipotong, maka diaorang langsoeng ta' berdaja dan moeda dita'loekken.


Djasad deripada Pitung itoe laloe moesti dipotong, dan dipisahkan ke berbagei locatie di Djakarta. Konon ada jang di Sawangan Depok, djoega dalem Hoetan di Djatidjadjar Depok, dan sekarang locatienja brobah mendjadi Kompleks dari
Kantoor Arsip Kehoetanan. Kitaorang aken samperin satoe Koeboeran Pitung, jang letaknja agak "di dalem kota" jakni di tepi djalan Kampong Rawa Belong. Kitaorang senantiasa denger dan dibriken gambaran tentang roepa Si Pitung,

seperti di gambar idoep (film) jang dibikin sekitar tahoen 1970an, jang dimaen kan oleh Dicky Zulkarnaen: Ganteng, Tinggi, Badan Atletis, Bertoeboeh Koeat. Tetapi menoeroet Tanu Trh dalem madjalah "Intisari" berdasarkan penoetoeran iboenja jang kerap ditjeritaken oleh kakeknja, dikatakan bahoewa Pitung tidalah sebesar dan segagah itoe. Perawakannja ketjil sadja, dan roepanja (wadjahnja) tida setampan Dicky Zulkarnaen. Koelitnja item, dengan tjiri chas: djambangnja nan tipis dengen oedjoengnja jang melingker ke depan (wuiiih netjis djoega jah)

Soeatoe hari Pitung pernah digrebek roemahnja oleh pulisi van Hinne, seloeroeh roemah dioebeg-oebeg, namoen Pitung jang ditjari ta koendjoeng ditemoekoen. Sasoeda kompeni dan anak boeahnja pegi, Seketika Pitung keloear dari tempat diaorang semboeni. Tida heiran banjak jang mengira kaloe-kaloe Pitung poenja achli linjapkan badan, padahal menoeroet tjeritera si kakek tadi, kerna Pitung
badannja ketjil en moengil, maka diaorang dapet dengen pandai masoep dalem tempat jang sempit, jang orang laen moengkin soeker oentoek moeat di sitoe. 

Klaar koeliling "roemahnja" Si Pitung di Kampong Maroenda, kitaorang samperin mesdjid jang soeda berdiri sedari tahoen 1600an awal, tatkala itoe Pasoekannja Mataram serboe kota Batavia en sijap serang Tentera VOC-nja Toean JP.Coen, marika para Pasoekan Mataram djadiken itoe mesdjid sebagei markas pasoekan. Tiada ada orang jang tahoe precies perihal kapan tepatnja itoe mesdjid dibikin. Sebahagian orang pertjaja kaloe-kaloe itoe mesdjid ada begitoe sadja setjara alamiah, itoe kenapa di kamodian harinja, nama mesdjid dinamaken "Al Alam". Banjak jang bilang, Pitung kerap diriken sholat poen mengadji di itoe mesdjid.

Dari "roemah" ataoe "museum" dan "mesdjid" Si Pitung, kitaorang sigra pegi ke Kampong Toegoe, tempatnja orang-orang "Mardijkers" (jang dimerdekakan dari boedak-belian djikaloe maoe pindah agama, dari Katoliek ke Kristen Protestan) Marika lama dikenal sebagai "Portuegese Hitam", jakni boedaknja Portugis jang didatengin dari bermatjam tempat di belahan boemi jang mendjadi kolonie-nja
Portugis, saperti: Pantai Malabar, Calcutta, Surate, Koromandel, Goa, Ceylon (Sri Lanka). Mardijker di sini poenja makna "bebas", jang asalnja dari bahasa Sangkrit: "mahardika". Kata Mardijker kamodian dipoengoet ke dalem bahasa Indonesia mendjadi kata "merdeka" namoen dengan makna jang amet berbeda iaitoe "bebas dari pendjadjah "(Belanda)". Moela-moela pada paroh abad ke-17 marika ditempatkan di Portuguese Kerk (Geredja Portugis) di deketnja bilangan Mangga Doea dan Djakarta Kota, setelah dibojong dari tempat-tempat jang di-seboet di atas (sekitaran India), laloe sebagian besar dari marika mahoe pindah ke Kampong Toegoe. Konon kata orang, itoe nama Kampong Toegoe berasal dari penggalan nama: PorTUGUese, iaitoe kampongja orang Portugis (si boedak hitam).

Hoeboengan Bangsa Portugis dengen "Indonesia" sesoenggoehnja soeda lama ter-djalin. Pemakaian tanda koetip pada hoeroep indonesia itoe kerna pada itoe tempo blon ada "negara" Indonesia, jang baroe bener-bener "ada" sedjak 17 Augustus 1945. Selama 1 abad sebelom Bangsa Belanda dateng ke boemi Noesantara, Bangsa Portugis soeda lakoeken contact dagang en sociaal dengen banjak soekoe di Noesantara. Poen boekti artefaak sedjarahnja masih ada hingga sekarang. Seboeah batoe "Padrao" jang dipakei oentoek saksi pernjataan kerdjasama, antara Portugis dengan Keradjaan Radja Soenda, dapet kita saksiken di Museum Nasional (Museum Gajah) di Jl.Medan Merdeka Barat. Itoe batoe digoenaken sebagei boekti kesepakatan perdjandjian kedoea "negara".

Moengkin tida banjak jang tahoe kaloe-kaloe selaen bahasa Arab, Inggeris, Belanda dan Melajoe, bahasa Indonesia djoega banjak dipengaroehi oleh bahasa Portugis. Amat banjak tjontoh jang bole dibriken, diantaranja: bola, pena, roda, ronda, sisa, tenda, tinta, maco. Laloe kosakata jang alami perobahan oetjapan: bangkoe (banco), bantal (avental), kaldu (caldo), bendera (bendeira), boneka (boneca), jendela (jenela), mentega (manteiga), dll.

Ach, soenggoe bagoes betoel itoe tjeritera-tjeritera masa silam Djakarta di tempo doeloe, apalagi djikaloe kitaorang samperin sebari dengerin muziek chas bilangan Kampong Toegoe itoe, siapatah jang tida kenal: "Krontjong Toegoe"? Kitaorang aken persembahken dengen hati seneng satoe pagelaran "mini-concert" itoe orkes "Cafrinho Toegoe" jang dojan ber- senandoeng lagoe langgam krontjong jang ada enak soearanja empoek soenggoe merdoe, jang akan dilantoenken di depannja Geredja Toegoe tatkala kitaorang santap siang dengen menoe makanan jang njam-njam dan digoejoer aer poetih dingin bikin rerongkongan adem :)

Yang paling enak dalam hidup apalagi kalo ga dapet gratisan. Apalagi kalo itu manyangkut kesenangan, hobi atau pekerjaan kamu. Nah, apa bagi desainer Grafis yang butuh banyak "Simpenan" hehehehe...kaya gambar, pola, font, dan lain-lain. So, ini gw kasih 8 font gratisan terbaru yang mungkin bisa kamu pake dalam desain fantastik kamu. So check this out!

Morning Glory

fonts

FoglihtenNo01

fonts

Rawengulk

fonts

Janda Curlygirl Serif

fonts

Learning to Trust

fonts

Lobster Two

fonts

Limelight

fonts

OSP DIN

fonts

by Fahri Salam on Monday, June 6, 2011 at 7:08am
CISALADA sebuah perkampungan tipikal provinsi Jawa Barat. Ia
dikelilingi sawah dan kebun, sekira 20 kilometer dari kota Bogor.
Warga bekerja petani, sebagian pensiunan. Kehidupan berjalan tenang
dan lambat. Menjelang sore, anak-anak bermain di lapangan bulutangkis,
sebelah madrasah, dan bersama orangtua menuju masjid guna ibadah
maghrib. Suasana terlihat normal sampai kemudian, di tengah
meningkatnya kekerasan minoritas agama, warga Cisalada berselimut
ketakutan dalam arus kebencian anti-Ahmadiyah saat penyerangan awal
Oktober 2010.

Para penyerang dari dua kampung tetangga, tak lebih 500 meter. Mulanya
30-an remaja, usia 14-17 tahun, berusaha membakar masjid tapi segera
dihentikan warga Cisalada. Lantas, disulut isu membela diri atau sudah
dirancang sebelumnya, 300-an orang dewasa berdatangan dan menjadikan
Cisalada panggung parade kebencian.

Mereka melempar batu dan bom molotov. Mereka membakar sebagian rumah
dan bangunan masjid, isi rumah dijarah, kaca jendela pecah, pintu
dirusak. Sekira 50 Al-quran dilalap api. Madrasah dibakar. Mereka
teriak: “Podaran!” “Ahmadiyah anjing!” seraya takbir—di sisi serupa
warga Cisalada mengucapkan “Astaghfirullah” sembari sembunyi di kebun
belakang rumah atau lari ke sawah. Pada akhirnya, polisi dari kantor
terdekat, sekira 20 menit dari lokasi kejadian, datang dua jam
kemudian. Itu sangat terlambat. Alasan polisi: jalan diblokade. Hingga
tengah malam api masih berkobar sejak prakarsa serangan dimulai pukul
19:00. Saat bersamaan pula saluran air dari sumber telaga dimatikan
lebih dulu.

Ini hempasan balik relasi sosial yang hancur berantakan seketika.
Warga Cisalada sulit percaya dengan terus mengatakan, “Apa salah
kami?” dan menambahkan, “Sebelumnya hubungan kami baik-baik saja.”
Terimakasih kepada presiden Yudhoyono yang mengizinkan menteri agama,
menteri dalam negeri dan jaksa agung meneken surat keputusan bersama
anti-Ahmadiyah 2008. Alih-alih mengurangi kekerasan, surat keputusan
pelarangan itu justru mendorong intensitas persekusi terhadap muslim
Ahmadiyah.

Sejak beleid itu diterbitkan, dokumentasi Setara Institute, lembaga
nonpemerintah yang mengkaji kebebasan beragama, jumlah kekerasan
terhadap Ahmadiyah melonjak 286 kasus dalam kurun 2007 hingga Agustus
2010. Ini ditopang lemahnya penegakan hukum di Indonesia yang
koruptif. Para pengikut Islam garis keras, benih yang ditanam tahun
1970-an, mengkonsolidasikan diri lewat mobilisasi vertikal dalam
saluran mesin birokrasi dan lembaga legislatif. Momentumnya sangat
tepat di era transisi yang gampang goyah, bahkan sesudah 13 tahun
euforia jatuhnya pemerintahan militer Soeharto pada 1998. Muslim
Ahmadiyah Indonesia menjadi sasaran yang seakan mudah dibidik.

Sikap pemerintahan Yudhoyono, memberi ruang lebih besar bagi ekspresi
politik intoleran, telah membawa kehancuran permanen mitos “Indonesia
negara muslim terbesar yang demokratis.” Kenyataan bahwa presiden
“membuka pintu hati, pikiran kami,” untuk menampung “pandangan,
rekomendasi dan fatwa” dari MUI, sembilan bulan setelah dia dilantik,
menjelaskan arah kebebasan beragama di negara ini. Terkesan tanpa
memerhitungkan implikasi dari sikap tersebut, kita menyaksikan
kekerasan demi kekekerasan terhadap minortas agama bersama pelanggaran
hak sipil dan politik yang lain.

Mari melihat dari jarak terdekat. Sekira 300 muslim Ahmadiyah di
Lombok terpaksa mengungsi sejak gelombang pengusiran 10 tahun
terakhir. Sekira 36 kepala keluarga mengungsi di Transito, sebuah
bangunan pemerintah di Mataram. Mereka hidup sebagai internally
displaced persons. Anak-anak terpaksa terhenti kegiatan sekolah,
sebagian ditampung orangtua asuh di Jawa Barat, betapapun ejekan dan
kecemasan terus menguntit. Ironisnya Jawa Barat, yang memiliki sejarah
gerakan negara Islam, ialah wilayah dengan jumlah pelanggaran
tertinggi untuk kasus intoleransi kebebasan beragama. Tak satu pun
para pelaku serangan di Lombok dihukum serius.

Pola itu terus berulang. Massa yang jauh lebih besar dihasut lewat
seni menebar kebencian. Ia juga digerakkan organisasi Islam
berpandangan Wahhabisme yang memobilisasi penyerangan kantung-kantung
komunitas muslim Ahmadiyah. Kebencian terhadap Ahmadiyah meluas
sekaligus menajam. Di bawah payung fatwa “sesat” Majelis Ulama
Indonesia pada 2005, sebuah lembaga semipemerintah, plus SKB
anti-Ahmadiyah, mereka bertindak dalam semangat kebal hukum.

Dari setiap peristiwa persekusi itu aparat kepolisian melakukan
pembiaran, bahkan lebih sering meminta komunitas Ahmadiyah untuk
mengungsi; bukan mengusir para penyerang. Namun polisi menolak
anggapan tak bekerja serius. Itu terjadi saat 2005 sewaktu penyerangan
di Parung, pusat kegiatan Ahmadiyah, hingga serangan dua jam di
Cisalada. Tak sedikit kasus yang melibatkan pejabat lokal.

Negara abai melindungi muslim Ahmadiyah selain mengukum para pelaku
kekerasan. Sebuah gelembung anti-Ahmadiyah kian membesar. Dampak
seterusnya ialah pembunuhan terhadap tiga Ahmadi—sebutan muslim
Ahmadiyah—di Cikeusik pada 6 Februari 2011. Ia adalah bom waktu.

Itu siklus kekerasan yang jauh lebih mematikan. Para penyerang,
berjumlah 1,500-an, datang bergelombang dari dua arah. Melihat sasaran
rumah yang semula “dikosongkan” tapi kemudian berisi 20-an pemuda
Ahmadi, lantas melakukan pembelaan diri, mereka mengobarkan balasan
serangan lebih massif. Selain tiga korban tewas, lima orang terluka,
sebuah rumah dihancurkan dan dua mobil dibakar. Seorang warga Cikeusik
turut menjadi korban luka. Kini 12 tersangka dari pihak penyerang
menjalani proses sidang. Sementara seorang muslim Ahmadiyah ditetapkan
tersangka, sinyalemen viktimisasi terhadap korban, pola serupa untuk
kasus Cisalada.

Sejak organisasi keagamaan ini berbadan hukum pada 1953, bernama
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, hadir pada 1925 semasa Hindia Belanda,
belum pernah kekerasan itu terjadi “sistematik dan meluas” dalam
sepuluh tahun terakhir. Itu indikasi adanya unsur utama “kejahatan
terhadap kemanusian,” menurut laporan sementara Komnas HAM 2002-2007.
Ia membutuhkan perhatian serius dari sebagian besar masyarat Indonesia
bila tak jatuh dalam situasi lebih menyulitkan seperti Pakistan.
Banyak pandangan beranggapan kecenderungan menyeluruh intoleransi
kebebasan beragama di Indonesia kini menuju apa yang dinamakan
‘Pakistanisasi’. Ada hubungan ideologi yang spesifik dan jelas antara
organisasi anti-Ahmadiyah di Indonesia dan Pakistan.

Sekarang “sebatas” peraturan bersama anti-Ahmadiyah, plus sekurangnya
19 peraturan daerah di bawahnya. Lain waktu—jika kita berdiam diri,
tak menutup peluang tekanan keyakinan Ahmadiyah “di luar Islam”
diakomodasi lewat undang-undang. Sementara pesan itu telah mengisi
mimbar kebencian anti-Ahmadiyah, dalam batas tertentu media-media
turut mengobarkannya.

Ada sedikit informasi proporsional tentang muslim Ahmadiyah. Media
mengedepankan “realitas psikologis,” mengutip ujaran memojokkan dari
para pejabat dan tokoh radikal Islam terhadap Ahmadiyah, tanpa sikap
menapis kesalahan tersebut. Media juga melakukan swasensor dengan
menyebut “bentrokan” ketimbang “penyerangan.” Wartawan bersikap bias.
Banyak contoh pemberitan tentang muslim Ahmadiyah justru terperangkap
dalam strategi sensasional organisasi-organisasi Islam militan.

Kini taruhannya adalah demokrasi itu sendiri. Selagi media-media
meliput kejadian besar tentang pembunuhan di Cikeusik, berselang dua
hingga tiga minggu yang lekas ditinggalkan, kasus serangan di Cisalada
belum sepenuhnya surut. Polisi menahan tiga tersangka dari pihak
penyerang. Mereka dikenakan tahanan rumah dan, pada vonis persidangan
di pengadilan negeri Cibinong, mereka dihukum ringan 4-6 bulan;
seketika itu masa hukuman telah selesai. Sementara seorang terdakwa,
bernama Nuryamin, harus menjalani tahanan, dua hari setelah serangan.
Ia diduga menusuk seorang penyerang, remaja usia 15 tahun. Pada 18
April 2011, hakim memvonis 9 bulan penjara. Jaksa mengajukan banding.

Pada sidang-sidang itu massa pengunjung melewati rumah-rumah Ahmadi di
komunitas lebih kecil di sekitar Cisalada. Pada pusaran menentukan,
serangan itu menyisir. Hanya satu kilometer dari Cisalada, kampung
komunitas kecil Ahmadi itu diserang. Pada 12 Maret ancaman menjalar.
Esoknya, pukul 20:30, serangan pertama. Pada 16 Maret, serangan kedua.
Akhirnya, melibatkan tokoh kyai berpaham Wahhabi serta tokoh lokal
setingkat RT, ancaman lebih serius menguat. Pada 5 April, selagi 5
rumah itu sudah dikosongkan, serangan ketiga terjadi, pukul 23:30.
Hingga akhir Mei, saat saya mengunjungi 28 pengungsi, termasuk
anak-anak, mereka belum dapat kembali. Tawarannya satu: mereka boleh
ke rumah masing-masing asalkan “pindah dari Ahmadiyah.”

Saya bertemu dengan seorang korban serangan tersebut. Ia mengajak saya
mendatangi rumahnya pada siang hari. Ada tulisan “Ahmadiyah Anjing” di
tembok warung kelontong miliknya. Itu warung menjadi sumber pendapatan
keluarga dia. Dia sulit percaya: “Apa salah kami?”*

Tautan tambahan:
http://www.hrw.org/en/news/2010/06/01/pembantaian-minoritas-ahmadiyah-di-paki...

Ini mungkin udah banyak yang angkat, but kali ini saya cuma mau memulainya dari sisi saya aja, maklum, udah pagi, suntuk dan ga ada kerjaan. Seperti di ketahui HTC baru saja mengeluarkan tablet baru. saya pikir dia akan menyaingi XOOM atau GalaxyTab 10" karena moment keluarnya saat tablet layar lebar mulai banyak bermunculan, tapi kenyataannya dugaan saya salah, HTC mengeluarkan tablet 7" dimana pangsa pasarnya sudah di kuasain GalaxyTab 7" untuk kalangan android.

Steve Job boleh saja mengatakan tablet 7" akan gagal tapi kenyataannya GalaxyTab 7" memang menginspirasi produk lain, termasuk produk Cina, untuk membuat tablet dengan ukuran yang sama, bahkan dengan kemampuan yang mirip. 

Kelebihan dari GalaxyTab 7" memang ada pada spesifikasinya yang serba nanggung, tablet kekecilan, handphone kebesaran, tapi spesifikasi yang nanggung bukan berarti tidak diminati, kenyataannya malah sebaliknya, tablet 7" ini malah menjadi alat serba guna layaknya swiss army knife. bisa baca, dan kalo kepepet bisa kirim sms dan telepon, di sisi lain ukuran 7" membuat tangan dapat meng-grip tablet ini dengan kuat dan stabil. Dititik inilah saya kira kesuksesan dari GalaxyTab 7" dan tablet ukuran 7"

Kembali ke HTC FLYER, saya sendiri menyambut produk ini dengan antusias, karena spesifikasinya yang mumpuni banget, processor 1,5 GHz dan Ram 1 GB. Selayaknya PC, mungkin udah ada yang pernah dengar kalo Android suka di sebut sebagai "PC in your hand", maka spesifikasi jeroan menjadi hal yang penting, seperti processor dan RAM. Di kasus ini HTC FLYER memberikan sikutan yang berarti bagi GalaxyTab 7". Ini juga yang membuat HTC FLYER bisa menjalankan aplikasi yang lebih mumpuni ketimbang GalaxyTab 7" termasuk mengambil gambar dan video dengan resolusi lebih tinggi dari GalaxyTab 7".

Sayangnya HTC FLYER malah tidak memasukkan fitur telepon dan sms.Selain Processor dan RAM yang mumpuni, scribe pen yang terkolaborasi dengan software HTC memang membuat FLYER jadi menarik tapi kesan tablet serba guna jadi hilang tanpa adanya telepon dan sms, kesan ini juga makin terasa dengan dihilangkannya lampu blitz pada kamera FLYER seperti yang dimiliki GalaxyTab 7"

Banyak yang bilang GalaxyTab 7" cuma handphone samsung galaxy yang layarnya dibesarkan, kenyataannya memang demikian. Setelah menggunakan samsung epic 4g selama beberapa bulan ini saya sendiri suka ngini dengan handphone HTC yang RAM nya bisa lebih besar dari 512 mb. namun yang menarik, setelah keluatnya GalaxyTab 10" menjadi sangat jelas difrensiasi market antara GalaxyTab 7" dan GalaxyTab 10". GalaxyTab 7" untuk pengguna handphone yang ingin layar lebih besar biar nyaman untuk baca buku dan browsing juga presentasi singkat, sedang GalaxyTab 10" untuk pengalaman yang lebih baik dalam bekerja mobile, karena itu banyak pengamat yang mengatakan tablet 10" adalah netbook killer.

Sekali lagi ini adalah komentar saya terhadap Membandingkan HTC FLYER dan GalaxyTab 7". Saya sendiri tidak menggunakan keduanya. mungkin ada yang sudi menambahi...


Misalkan begitu anda tiba di tempat kerja baru sadar kalo handphone Android Anda ketinggalan padahal ada suatu kepentingan yang memerlukan SMS, apa yang akan anda lakukan?

  1. Pulang ke rumah untuk ambil HH dan balik ke kantor
  2. Telp si Mbok untuk anter HH ke kantor
  3. Teleport ke rumah
  4. Pasrah
  5. Tidak memilih a-d karena ada extension Push Contacts di Browser Chrome

Kira2 pilihan anda yang mana?
Kalo saya akan memilih (5). Kenapa? sebab dengan aplikasi dan extension Push Contacts kita bisa berSMS tanpa menyentuh andphone Android, hanya melalui browser Google Chrome plus gTalk.
Bagi yang sudah menggunakan Google Chrome, bisa menginstal aplikasi Push Contacts dan atau pasang Push Contacts extension  selanjutnya jangan lupa install aplikasi Push Contacts di android kesayangan anda.

Untuk tau cara penggunaannya, silahkan disimak video berikut di youtube